Ini cerita ngaco
Mengalami keadaan tidak beruntung secara ekonomi dalam hidup berumah tangga sudah jadi resiko dan kejadian klise seantero bumi. Semua orang pasti ingin bahagia, tenang hidupnya. Tapi yang namanya ketenangan atau kebahagiaan dalam dunia itu sifatnya absurd, kata aku, ya. Karena setiap manusia punya standar masing-masing dalam menyebutkan apakah hidupnya senang atau susah. Apakah dia tipe orang yang senang lihat orang lagi susah atau sebaliknya, susah lihat orang senang. Malah ada yang senang-senang dengan kesusahan orang lain. Pernah juga saya ketemu sahabat yang susah buat senang, padahal mobilnya keluaran terbaru, punya pekerjaan tetap sebagai direktur, rumahnya di kawasan elite, terus ngeluh kepada saya dia bilang hidupnya lagi susah. Tiga proyek yang sedang dikerjakannya terancam hanya untung kecil, sekitar 3 milyar. Seharusnya 4 milyar. Aku tu ya, saat dia ngomong begitu cuma ngantongin duit 30 ribu rupiah, jadi berasa di atas angin. Ada yang lebih susah ternyata.
Beberapa saat setelah ngobrolin proyeknya yang aku nggak paham-paham amat itu, kami berpisah. Dia ada meeting yang katanya sangat menentukan, menang tender atau tidak. Aku juga ada urusan penting waktu itu, nyari toilet. Kebelet. Sebelum dia masuk ke dalam mobil, beberapa lembar uang ratusan ribu dia selipkan ke dalam saku bajuku sambil memohon untuk turut mendoakan agar proyek 200 milyar itu jatuh ke tangannya.
Aku mengaminkan, sambil melambai ke arah mobilnya yang melaju tanpa suara, keluar dari Thamrin City, benak ini mengumandangkan pernyataan, 'orang lain saja yakin doaku bisa membawa kebaikan buatnya, kenapa aku sendiri malahan nggak ya?'. Setelah itu, terbirit-birit diri ini ke arah Stasiun Sudirman, cari toilet.
Ketika menunggu kereta tujuan Bogor, aku lihat uang 500 ribu di saku. Hatiku senang, sedangkan sahabatku yang mobilnya mahal itu sedang susah hati dengan proyeknya.
Itu kejadian beberapa minggu yang lalu. Semula sih, mau dijadikan bahan buat cerita yang aku tulis, tapi tidak jadi. Kehidupan orang kaya sulit aku pahami, mungkin sama seperti mereka yang juga sulit memahami kok ada orang yang betah hidupnya susah terus.
Idenya berubah, ya bikin yang aku paham saja. Seperti cerita tukang ojek, tukang tahu, atau tukang copet. Ada sedikit bahan tulisan, tapi terpaksa aku tunda. Selain karena minim yang minat baca tulisanku di aplikasi online, juga ini, nih. Wanita tercantik dalam hidupku sedang uring-uringan.
Sekarang dia lagi galak-galaknya.
"Cari duit! Nulis mulu! Laku juga nggak!"
"Yaa, ini lagi nyari duit ..." kataku pasrah saat mamah dari tiga orang anakku itu mengacungkan gagang sapu. Mirip kucing aku ya ....
"Nulis gituan mulu! Jadi duit?!" hardiknya
"Nanti kalau banyak yang buka gembok, Mah," jawabku tidak yakin juga, emangnya ada yang mau baca tulisan kayak begini?
"Beli beras tuh pake duit, gula pake duit, telor juga ..."
"Pake duit. Iya aku tahu itu, nanti kalau banyak yang ..."
"Buka gembok? Warung Ucok itu terima pembayaran cash uang beneran, biar kata logaman bekas kerokan asalkan duit bener, laku. Lha, kalau aku ke warung terus bilang, 'Bang Ucok beli garem ama kecap bayar gembok, ya', bisa dikira lagi pesugihan!"
"Dagang kan sepi, kemarin dagang juga nggak balik modal, malah kemakan modalnya. Siapa tahu nulis di aplikasi laku sayang." kok aku nggak yakin ya ...
"Beras tinggal segelas!" Yayangku jadi mirip tyrex kalau sudah "on".
"Wah, tadi pagi masih tiga gelas? Ada tuyul nyolong beras, kah?"
Mamah yang di depanku ini angkat gagang sapu, tinggi banget sampai keteknya kelihatan. Kebayang bakal benjol, tapi serba salah. Kalau aku ngeles dia tidak terlampiaskan marahnya, tapi diem aja bisa gegar otak. Mana otak tinggal ampas doang.
Tiga detik lagi ubun-ubun ini kena pentung, anakku teriak sambil lempar helm,"Pah! Tangkap!"
Hap! Bletak!
Hehehe, aman gagang sapunya menclok di helm."Thanks, bro!" teriakku pada anak lelaki yang nomer 2. Sambil memghindar dari serangan lanjutan, lompat keluar pagar, Hup!
"Eh, Bang Jo! Tahu aja saya minta di anter ke Bogor, udah siap pake helm! Trus buat saya helmnya mana?"
Ternyata Teh Mila, langganan ojek ke Bogor. Alhamdulillah. Buru-buru cabut!
Komentar
Posting Komentar